Dalam ilmu sosial dikatakan bahwa
sesuatu yang dilakukan secara wajar kemudian dijadikan sebagai suatu kebiasaan
dan pada akhirnya menjadi syarat tertentu dalam melakukan kegiatan bisa disebut
sebagai kebuadayaan masyarakat. Dapat kita ambil salah satu contoh terkait
adalah budaya sogok (suap).
Terkait dengan kebiasaan suap,
berarti dua pihak telah menyepakati cara yang demikian sebagai jalan untuk
menyelesaikan kehendak secara mulus. Pihak yang pertama merasa aman karena
urusannya lancar sementara pihak yang menentukan kebijakan merasa senang karena
mendapat bantuan (sejumlah materi sogokan). Memang secara fungsional, praktek
sogok merupakan kerjasama yang baik dan jalan termudah untuk menggapai tujuan
oleh masyarakat.
Mempraktekkan budaya sogok
sepertinya dapat menyebabkan cikal bakal lahirnya korupsi. Terlebih lagi ketika
kebiasaan sogok telah dianggap sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja. Hukum
sosial juga ada yang berbunyi, “suatu pelanggaran yang dilakukan secara berkala
dan pada frekuensi yang lebih padat akan berubah menjadi suatu kebenaran pada
masyarakat”.
Hukum inilah yang mempertegas bahwa
budaya korupsi akan menjadi pembenaran karena cikal bakalnya (suap) telah
dianggap sebagai suatu hal yang wajar.
Dengan demikian, kalau tidak ingin
kasus korupsi merajalela, maka harus dilakukan pencegahan terhadap seluruh
potensi yang menyebabkan lahirnya budaya korupsi. Dalam hal ini, budaya suap
merupakan salah satu faktor/potensi yang menyebabkan korupsi juga dianggap
suatu hal yang biasa-biasa saja.
Hati-hati menganggap “biasa-biasa
saja” terhadap sesuatu yang tidak semestinya dianggap hal yang biasa-biasa
saja, jika budaya tersebut tidak ditanggapi secara serius, maka bisa jadi
masalah tersebut juga dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja dan hal
tersebut berarti bahwa budaya suap juga telah disepakati.
Waspadalah terhadap bahayanya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar